Just another free Blogger theme

Senin, 28 Oktober 2019


Tahukah Anda, kata apa yang paling banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari? Penelitian tentang hal ini pernah dilakukan meskipun bukan di tanah air.
Ali Amin, wartawan kawakan dari Mesir, menulis dalam harian Akhbar Al Yaum bahwa suatu perusahaan telepon merekam lima ratus percakapan dalam rangka mengetahui kata yang paling banyak digunakan. Dan, ternyata, kata tersebut adalah kata “aku” atau “saya”. Kata ini terulang sebanyak hampir 4000 kali atau sama dengan delapan kali setiap dilakukan suatu percakapan. Sayang, tidak diinformasikan berapa lama berlangsung setiap percakapan tersebut.

Rupanya, kata “aku” atau “saya”, merupakan kata yang paling ringan, indah dan lezat untuk diucapkan, walaupun terkadang seringkali terasa “berat” terdengar di telinga mitra bicara kita. Adakah ini mengindikasikan tentang mendalamnya individualisme, serta menonjolnya “keakuan” manusia dewasa ini?

Tentu saja mustahil untuk menghapus kata “aku” atau “saya” dari kamus, namun sebagai umat manusia kita mendapat tuntunan kapan dan bagaimana menggunakan kata tersebut.

Tuntunan tesebut dapat kita temukan dalam beberapa ayat Al Qur’an.
Allah SWT dan manusia menggunakan kata “Aku” atau “Saya”, walaupun diakui bahwa Allah SWT Mahamutlak serta tak ada yang menyamai kebesaran dan keagunganNya, namun jarang sekali Dia Yang Maha Kuasa itu menggunakan kata-kata “Aku” atau “Saya”. Jika dikuatirkan timbul kesalahpahaman tentang Dzat atau wewenangNya barulah kata-kata tersebut digunakan.

Manusia-manusia pilihan Allah menggunakan kata ‘aku” bukan dalam rangka menonjolkan keakuan, tetapi justru menggambarkan kebutuhan dan kelemahan mereka khususnya di hadapan Allah SWT. Perhatikan, misalnya, ayat berikut ini. Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak pula aku mengetahui yang gaib, dan tidak pula aku mengatakan padamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” (QS 6: 50)

Demikian juga jika untuk satu dan lain sebab mereka menonjolkan keistimewaan, sebagai contoh pada ayat berikut: “Ini adalah sebagian dari anugerah Tuhanku, dalam rangka mengujiku, apakah aku besyukur atau mengingkari (nikmatNya) (QS 27: 40) Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihan dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui (QS: 12: 86)

Di samping itu kalu kata “aku” mereka gunakan, maka itu dalam rangka menggabungkan diri ke dalam kelompok. Orang-orang terpuji menyatakan keislaman mereka dengan berucap, Dan saya termasuk kelompok orang Muslim, atau Aku diperintahkan menjadi salah seorang dari kaum Muslimin (QS 10: 72; 41:33)

Umat Islam dituntun oleh Al Qur’an untuk mengucapkan : hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepadaMu kami memohon bantuan (QS 1 : 5) Ia tidak dibenarkan mengubah kata “kami” menjadi “aku” walaupun ketika ia shalat sendirian. Hal ini memberi kesan bahwa keakuan seorang Muslim secara konseptual harus lebur dalam “aku-aku” yang lain. Ia harus selalu bersama orang atau mahluk-mahluk yang lain. Kebersamaan tersebut menghasilkan keterikatan seorang Muslim dengan sesama manusia, sehingga merasakan derita orang lain.. “Bagaikan satu jasad yang memiliki organ-organ; seluruh jasad merasakan keluhan organ yang terkecil sekalipun”.

Kiranya dari sini kita dapat memahami mengapa tokoh Qarun – seorang kaya raya pada masa Musa a.s. yang tidak merasakan derita orang lain – dikecam Al Quran ketka menonjolkan keakuannya dengan berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karen ilmu yang ada padaku (QS 28: 78)

Ciri Islam adalah kebersamaan dan ia harus mewarnai aktivitas Muslim – termasuk mewarnai ucapan-ucapannya. Wallahu A’lam.
Categories: ,


Silakan tulis komentarnya dan terima kasih atas kunjungan dan komentarnya. Contact me 123@abc.com

0 komentar:

Posting Komentar